Trend Micro: data menjadi fokus serangan cyber 2015

  • Internet
  • 25 Maret 2016
  • Black Teclovers
Trend Micro: data menjadi fokus serangan cyber 2015
Andreas Ananto Kagawa, Country Manager Trend Micro Indonesia, saat memaparkan laporan ikhtisar keamanan Trend Micro berjudul "Setting the Stage: Landscape Shifts Dictate Future Threat Response Strategies" di Jakarta, Rabu (23/03/2016).
Jakarta (Teclovers) - Serangan siber pada 2015 semakin canggih, besar, dan berdampak luas, dengan menyasar data sebagai fokus utama serangan sepanjang tahun, kata perusahaan software dan solusi keamanan Trend Micro Incorporated saat memaparkan hasil risetnya.

Dalam laporan ikhtisar keamanan berjudul "Setting the Stage: Landscape Shifts Dictate Future Threat Response Strategies", periset di Trend Micro memaparkan fakta tentang bagaimana tahun 2015 sarat dengan serangan yang menarget data di sepanjang kuartal.

Dari upaya penerobosan data, seperti yang terjadi pada kasus Ashley Madison dan beberapa kasus Blue Cross dan Blue Shield telah mendorong munculnya strategi baru kejahatan menggunakan ransomware dengan cara menawan data pengguna, hingga kemunculan Cybercrime Undergrounds yang mendekam di Deep Web.

Dari segi besarnya serangan dan pencurian data yang tercatat, upaya-upaya peretasan tersebut terlihat semakin canggih, makin besar, dan makin luas dampaknya, sebagaimana pernah diprediksi oleh Trend Micro sebelumnya.

Trend Micro memperkirakan bahwa trend kejahatan siber yang menargetkan data, mencuri, hingga memperjualbelikan data tersebut masih akan berlanjut pada 2016 bahkan pada tahun-tahun selanjutnya.

Di awal tahun 2015, dunia sudah disuguhi dengan catatan serangkaian peristiwa pembobolan data di Sony. Di akhir tahun tercatat telah terjadi pembobolan data VTech yang membawa bahaya besar bagi terkelupasnya informasi anak-anak.

Lalu, sepanjang tahun tersebut, tercatat pula serangkaian kejadian kejahatan, seperti Blue Cross dan Blue Shield, Scottrade, Experian, dan UCLA Health System. Belum lagi peristiwa pencurian data besar-besaran yang menyerang United States Federal Government.

Sebagaimana dilaporkan oleh Internal Revenue Service dan Office of Personnel Management, United States Federal Government tercuri data-data kritikalnya. Berdasarkan laporan pertama yang diterima, lebih dari 120 juta catatan-catatan penting dilaporkan hilang.

Dibandingkan dengan serangan ransomware sebelumnya, serangan yang kini terjadi kian membahayakan dan muncul dalam bentuk yang lebih canggih lagi, yakni crypto-ransomware.

Berbeda dengan ransomeware, crypto-ransomware dilengkapi dengan gembok enkripsi data yang susah dipecahkan dan penjahat siber menggunakannya untuk membidik data korban, lalu menawan data tersebut, dan kemudian memaksa korban membayar sejumlah tebusan yang ditentukan.

Anjloknya harga komiditas hasil curian di pasar gelap Deep Web tak membuat pelaku kejahatan mengendorkan aktivitas mereka. Justru mereka berbalik menjadi lebih lihai dalam menyiasati hal ini. Mereka mencari sumber-sumber baru data untuk dicuri dan gencar menawarkannya di pasar gelap siber.

Trend Micro mencatat adanya komoditas akun-akun, seperti Netflix, Spotify, Uber dan online Poker begitu diminati di pasar haram dan harganyapun meroket.

Seiring makin meriahnya penggunaan perangkat Internet of Things dan juga cloud kian bergairah, diprediksikan di tahun 2016 dan seterusnya, penyerang akan makin giat mengasah dan menyempurnakan senjata serta strategi dalam membidikkan serangan.

COPYRIGHT © Teclovers.com 2016

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Cancel reply

Recommended

Latest Posts

Internet

Computing & Software

Tag Terpopuler